Apa yang salah pada generasi kita, sebuah
pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Membutuhkan penalahaan, kajian
tentang apa, bagaimana, mengapa dengan generasi kita. Tapi sebelumnya kita coba
flash back siapa yang terlibat tawuran pelajar? siapa yang demen konsumsi inex,
drug? Siapa yang suka terlibat kelompok kapak merah? Atau siapa yang tidak
pernah sepi dituduh sebagai bunga-bunga trotoar? Tentu dan sudah pasti
jawabannya adalah pemuda, entah itu ABG, remaja, atau sebutan yang serupa
lainnya.
Tapi, pemuda apa selalu begitu, selalu
terpojokkan dengan tuduhan mendiskreditkan tanpa syarat. In fact, ada juga
remaja atau generasi yang masih mendapat gelar pemuda harapan. Kita tengok
revolusi Perancis yang menumbangkan kekuasaan Monarkhi, siapakah penggeraknya?
Perjuangan pro demokrasi RRC atau Birma, penggeraknya adalah para pemuda.
Pemuda Michael Gorbachev ketika berusia 18 tahun menulis "Lenin adalah
ayahku, guruku dan Tuhanku". Demonstrasi kolektif menuntut adanya reformasi
Indonesia, notabene juga para mahasiswa yang pemuda.
Di negerinya mak lampir ini, Islam
menjadi representatif Indonesia, ketika Indonesia baik maka baiklah Islamnya,
ketika Indonesia tertuduh maka tertuduhlah Islam. Artinya ketika terjadi krisis
generasi, maka Islamlah representatif itu semua. Sebab mayoritas pemuda yang
sudah tercoreng keburukannya adalah orang islam, anaknya orang Islam,
saudaranya orang Islam. Pertanyaanya kemudian, sebagai saudaranya, apakah kita
diam menyaksikan pemandangan yang tentu tidak sedap dipandang itu? Apakah kita
menunggu diri kita juga ikut terjerat bersama jaring-jaring laba-laba yang
sudah pasti sangat lemah dan tidak bisa diharapkan itu? Dan apakah Islam tidak
memiliki formula bagi kasus yang sudah terlanjur dibiarkan meradang tersebut?
Insya Allah semua pertanyaan itu akan tersambut dengan uraian berikut ini.
Tidak
Memandang Sebelah Mata
Dalam Al-Qur'an terdapat banyak kisah
keberanian pemuda. Ada pemuda Ashabul Kahfi, pemuda Musa, Pemuda Yusuf yang
terkenal ketampannya dan menggiurkan naluri seks isteri raja. Juga pemuda
Ibrahim yang dengan gagahnya menentang sesembahan Ayah dan kaumnya pada waktu
itu (Qs. Al-Anbiya 60, As-Syu'ara 72, Al-Anbiya 58). Rasulullah sendiri ketika
diangkat sebagai Rasul masih kategori pemuda, para sahabat yang dibina
Rasulullah di Darul Arqam juga para pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib (8
th), Thalhah (11 th), Arqam (12 th), Abdullah bin Masud (14 th) yang akhirnya
terkenal sebagai ahli tafsir. Sa'ad bin Abi Waqash (17 th) panglima perang yang
menundukkan Persia. Ja'far (18 th), Zaid bin Haritsah (20 th) Usman bin Affan
(20 th) dll. Pemuda macam tersebut diatas yang hidupnya didesikasikan hanya
untuk kejayaan dan kemuliaan Islam, pemuda seperti itulah yang sanggup memikul
beban dakwah dan bersedia berkorban menghadapi berbagai siksaan dengan penuh
kesabaran. Bukan pemuda yang lembek, yang tergiur dengan kerlap-kerlipnya
dunia, yang mabuk dengan kebebasan, yang fly dengan aneka aktivitas tiada guna.
Pemuda Islam sekarang hidup dalam lingkungan
jahily. Disekitarnya berlangsung tatanan kehidupan tidak Islamy, disertai
proses deislamisasi yang demikian deras melalui berbagai media. Menjadikan satu
sisi mereka tetap muslim tapi di sisi lain pikiran, perasaan dan tingkah
lakunya (cara gaul, pakaian, dandanan) telah terkontaminasi pemahaman non
Islam. Seks bebas, narkoba adalah makanan sehari-hari yang wajar ketika paham
kebebasan benar-benar telah menyeruak mengharu biru dunia remaja. Meskipun kita
hanya punya mata sebelah misalnya, tapi tidak berarti kita boleh memandang
persoalan ini dengan sebelah mata, artinya bahwa fakta empiris generasi kita
tidak bisa dipandang enteng. Sebab sebagaimana sudah menjadi hal yang maklum
bahwa ditangan pemudalah harapan Islam. Tidak bisa ketika terjadi krisis
generasi diselesaikan hanya dengan memberi penyuluhan, seminar, diskusi baik
tentang seks atau narkoba, tapi perlu keseriuasan semua pihak mulai dari
individu, masyarakat dan negara tentunya. Keseriusan itu berbanding lurus
dengan prospek kejayaan Islam.
Dulu, Syafii muda telah hafal Al-Qur'an
pada usia 9 tahun, Hasan Al-Banna mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada
usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan
perang. Kini kira-kira apa yang tengah dilakukan dan dipikirkan oleh remaja
berusia 8 hingga 18 tahun dan pemuda berusia 23 tahunan? Kalau bukan foya-foya,
hapy-hapy, menikmati masa muda, buat apa susah-susah mikirkan Islam, khan sudah
ada pak ustad, kyai, haji, itu mungkin kira-kira bantahan mereka. Padahal kalau
mereka tahu, apa Islam itu sekedar urusannya mbah kyai, mas ustad ataupun pak
haji, kalau para ustad, haji dan kyai itu sudah tidak ada siapa yang meneruskan
perjuangan Islam, siapa generasinya kalau bukan para pemuda yang sekarang masih
duduk di bangku sekolah, yang sukanya tawuran itu.
Jelas dan sangatlah jelas, diperlukan
kebangkitan umat khususnya dari kaum mudanya, bila diinginkan kejayaan Islam,
diperlukan pemuda Islam sekualitas para sahabat, yang memiliki komitmen tauhid
yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran, sebagaimana ditunjukkan para
sahabat, Rasulullah Saw. Atau pada kisah Ibrahim muda. Serta memiliki ketaatan
kepada Islam yang tanpa reserve. Dengan dorongan peran pemuda, perjuangan Islam
akan berlangsung lebih giat sehingga Islam niscaya akan kembali tegak.
Ingatlah, firman Allah Surat An-Nuur 55
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu
dan yang mengerjakan amal sholeh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi ini sebagaimana telah dia jadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhoinya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan
mereka) sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku"
Jadi kalau di masa Rasulullah ada sahabat
bernama Sa'ad bin Abi Waqash sanggup menaklukkan Persia, maka tinggal satu
negara yakni Romawi -sekarang menjadi Negara Vatikan- yang akan ditaklukan dan
menjadi tugas generasi masa kini. Pemuda atau generasi Islam adalah mereka yang
bisa berpikir kritis, tidak menelan begitu saja pil kebebasan yang bagaikan
bola salju yang terus mengelinding dan membesar, tapi pemuda Islam yang bisa
menjadikan Islam sebagai satu-satunya standar perbuatan dan pemikiran, kalau
tidak generasi kita malah ikut tergilas bersama bola salju kebebasan, sehingga
yang tersisa hanya generasi Islam yang tulalit, lamban dalam memutuskan sikap,
bahkan sudah sampai pada tahapan tidak bisa memutuskan hukum, tidak punya
kepribadian alias manut-manut grubyug.
No comments:
Post a Comment