December 17, 2013

KONSEP MANUSIA DAN AGAMA


MAKALAH
KONSEP MANUSIA DAN AGAMA







Oleh:

A1B113017
  



PROGRAM STUDI S-1 MANAJEMEN REGULER SORE
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MATARAM
2013








KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya  kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah berjudul “Konsep Manusia dan agamadapat diselesaikan.
           Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaa. Oleh karena itu kritik, saran, serta petunjuk yang bersifat membangun dari pembaca, agar dapat menjadi bahan pegangan untuk penulis di kemudian hari demi kesempurnaan makalah ini.


                                           Mataram,    November 2013



Penulis   





BAB1
PENDAHULUAN

Kajian tentang manusia merupakan kajian yang sangat menarik, karena di samping dapat didekati dari berbagai aspek, hal ini juga menyangkut kita sendiri sebagai manusia. Kajian tentang manusia ini sudah cukup lama dilakukan sejak zaman para filosof kuno di Yunani. Mereka sudah mulai berbicara tentang manusia, di samping juga berbicara tentang Tuhan dan alam semesta. Pengkajian tentang manusia ini juga pada akhirnya melahirkan berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain. Bersamaan dengan banyaknya kajian tentang manusia, pada bagian ini akan dipaparkan suatu kajian tentang manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan Allah Swt. dalam Al-Quran. Mengkaji manusia berdasarkan ayat-ayat Al-Quran menjadi sangat penting, terutama bagi umat Islam, mengingat begitu banyaknya
kajian tentang manusia dengan pendekatan lain.
Agama merupakan suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari manusia, mengingat sejak manusia lahir ke dunia sebenarnya sudah dibekali oleh Allah dengan agama (QS. al-A’raf [7]: 172). Karena itulah, keterkaitan antara manusia dan agama akan dijelaskan pada bagian ini sehingga menjadi jelas bahwa agama merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia dan manusia tidak dapat hidup dengan teratur dan sejahtera di dunia ini tanpa agama.

  
1.1       Konsep  Manusia
Manusia merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini. Dibandingkan dengan binatang, manusia memiliki fungsi tubuh dan fisiologis yang tidak berbeda. Namun, dalam hal yang lain manusia tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan kelebihan yang dimilikinya, yakni akal, yang tidak dimiliki oleh binatang.

1.2.      Keberadaan Manusia
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Maka, setiap langkah dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang  telah ditentukan. Setiap desah nafasnya harus selaras dengan kebijakan-kebijakan ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya  harus seirama dengan alunan-alunan kehendak-Nya.
Ada 3 teori dalam konsepsi manusia yaitu :
1. Pertama yaitu Teori Evolusi.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck yang menyatakan bahwa kehidupan berkembang dari
tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia. Teori ini
merupakan perubahan atau perkembangan secara berlahan – lahan dari tidak
sempurna menjadi perubahan yang sempurna.
2.  Kedua yaitu Teori Revolusi
Teori revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan mungkin dari tidak ada menjadi ada. Teori ini sebenarnya merupakan kata lain untuk menanamkan pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.
3. Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.
Teori ini adalah gabungan pemikiran dari pihak-pihak agama yang berlandaskan dengan alasan-alasan serta pembuktian dari pihak sarjana penganut teori evolusi.
Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit.
Manusia Menurut  Alqur’an
  • Asal usul manusia tidak terlepas dari figur Adam (manusia pertama).(QS.Al-Baqarah, 2; 30-33). Adam diciptakan dari unsur tanah.(QS.Al-Hijr,15; 26&28, Al-An’am, 6;2 dan Al-Mu‘minun, 23; 12). Sedangkan penciptaan manusia selanjutnya melalui proses percampuran antara laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Mu‘minun, 23; 13-14 dan As-Sajadah, 32; 8-9).
  • Konsep manusia juga dipahami melalui kata-kata yang ditemukan dalam Alquran yang menunjuk pada makna manusia, yaitu:

- “Insan(65 kali), manusia sebagai insan (makhluk psikologis).  kata insan ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu, persepsi, akal, dan nurani. Dengan demikian, kata insan digunakan al- Quran untuk menyebut manusia dengan segala totalitasnya, jiwa dan raganya. Kata insan ( نُ_َ _ْ _ ا ِ ) dijumpai dalam al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanankata insan ini  adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu, persepsi, akal, dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu, manusia juga
dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi
tadi (Aflatun Mukhtar, 2001:107). Dengan demikian, kata insan digunakan al-
Quran untuk menyebut manusia dengan segala totalitasnya, jiwa dan raganya.
Manusia dapat diidentifikasi perbedaannya, seseorang dengan lainnya, akibat
perbedaan fisik, mental, kecerdasan, dan sifat-sifat yang dimiliknya.


Kata ins digunakan untuk dihadapkan (berlawanan) dengan kata jinn yang berarti jin atau makhluk halus, atau dihadapkan dengan kata jaan yang juga bermakna jin. Penyebutan kata ins yang berlawanan dengan jinn atau jaan ini memberikan konotasi bahwa kedua makhluk Allah ini memiliki dua unsur yang berbeda, yakni manusia dapat diindera dan jin tidak dapat diindera, manusia tidak liar sedang jin liar (Aflatun Mukhtar, 2001:106-107).

Kata nas ( سُ_َّ__ ا) merupakan bentuk jamak dari kata insan yang tentau saja
memiliki makna yang sama. Al-Quran menyebutkan kata nas sebanyak 240 kali. Penyebutan manusia dengan nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya. Al-Quran menginformasikan bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya (ta’aruf) (QS. al-hujurat [49]: 13), saling membantu dalam melaksanakan kebajikan (QS. al-Maidah [5]: 2), saling menasihati agar selalu dalam kebenaran dan kesabaran (QS. al-‘Ashr [103]: 3), dan menanamkan
kesadaran bahwa kebahagiaan manusia hanya mungkin terwujud bila mereka mampu membina hubungan antar sesamanya (QS. Ali Imran [3]: 112).

-“Basyar (37 kali), manusia sebagai basyar (makhluk biologis) tunduk      pada takdir Allah sama dengan makhluk lain, basyar, manusia disebut basyar karena manusia memiliki kulit yang permukaannya ditumbuhi rambut dan berbeda dengan kulit hewan yang ditumbuhi bulu. Kata basyar ( _ُ _َ َ __ ا) digunakan al-Quran untuk menyebut manusia dari sudut lahiriah serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Kata basyar juga selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah, yang selanjutnya dari sperma dan berkembang menjadi manusia utuh (QS. al- Mu’minun [23]: 12-14), manusia makan dan minum (QS. al-Mu’minun [23]: 33; QS. al-Furqan [25]: 20), dan seterusnya. Kata basyar ( _ُ _َ َ __ ا) secara etimologis berasal dari kata ba’, syin, dan ra’ )__ ب) yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan, menguliti/mngupas (buah), atau memperhatikan dan mengurus suatu. Menurut al-Raghib al-Ashfahani, manusia disebut basyar karena manusia memiliki kulit yang permukaannya ditumbuhi rambut dan berbeda dengan kulit hewan yang ditumbuhi bulu. Kata ini dalam al-Quran digunakan dalam makna
yang khusus untuk menggambarkan sosok tubuh lahiriah manusia (Aflatun Mukhtar, 2001: 104-105).
          

            - “An- nas (240 kali), manusia sebagai an- nas (makhluk sosial), bertalian dengan hembusan roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menentang takdir Allah. Akan Tetapi tentu saja setiap pilihan mengandung resiko (QS. At-Thur, 52; 21).
banu atau bani Adam ( آدَمَ _ِ_ بَ) atau dzurriyatu Adam ( ُ آدَمَ _َّ_ (ذُرِّ maksudnya adalah anak cucu atau keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk menyebut manusia karena dikaitkan dengan kata Adam, yakni sebagai bapak manusia atau manusia pertama yang diciptakan Allah dan mendapatkan penghormatan dari makhluk lainnya selain iblis (QS. al-Baqarah [2]: 34). Secara umum kedua istilah ini menunjukkan arti keturunan yang berasal dari Adam, atau dengan kata lain bahwa secara historis asal usul manusia adalah satu, yakni dari Nabi Adam (Aflatun Mukhtar, 2001: 109). Dengan demikian, kata bani Adam dan    dzurriyatu Adam digunakan untuk menyebut manusia dalam konteks historis. Secara historis semua manusia di dunia ini sama, yakni keturunan Adam yang lahir melalui proses secara biologis (QS. al- Sajdah [32]: 8).

Kata nas ( سُ_َّ__ ا) merupakan bentuk jamak dari kata insan yang tentau saja
memiliki makna yang sama. Al-Quran menyebutkan kata nas sebanyak 240 kali.
Penyebutan manusia dengan nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia
lainnya. Al-Quran menginformasikan bahwa penciptaan manusia menjadi
berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar
sesamanya (ta’aruf) (QS. al-hujurat [49]: 13), saling membantu dalam
melaksanakan kebajikan (QS. al-Maidah [5]: 2), saling menasihati agar selalu
dalam kebenaran dan kesabaran (QS. al-‘Ashr [103]: 3), dan menanamkan
kesadaran bahwa kebahagiaan manusia hanya mungkin terwujud bila mereka
mampu membina hubungan antar sesamanya (QS. Ali Imran [3]: 112).
Kata insan dan nas inilah yang paling banyak digunakan oleh al-Quran
dalam menyebut manusia (Quraish Shihab, 1996: 280). Di antara ayat al-Quran
yang menyebut manusia dengan kata insan adalah QS. al-‘Alaq (96): 2 dan 5:
( خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ... عَلمَ الْإِنْسَانَ مَا لمَْ يعَْلَمْ (العلق: ٢و ٥
Artinya: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah ... Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. al-‘Alaq [96]: 2 dan 5).
Sedang penyebutan kata nas dalam al-Quran misalnya QS. al-Hujurat (49):
13:
يَآأَي هَا الناسُ إِنا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذكََرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَ بَآئِلَ لِتَعَارَفُ وآ إ ن
( أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ الله أَتْقَاكُمْ إِ ن الله عَلِيمٌ خَبِير (الحجرات: ١٣
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al- Hujurat [49]: 13).
b. Asal Kejadian Manusia
Al-Quran tidak membicarakan proses kejadian manusia secara detail,
sebagaimana yang dijelaskan oleh ilmu biologi atau ilmu kedokteran. Namun
demikian, al-Quran memberikan isyarat mengenai asal kejadian manusia yang
tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, khususnya biologi.
Mengenai asal kejadian manusia ini, al-Quran menjelaskan melalui
beberapa ayatnya yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Al-Quran menegaskan bahwa manusia pertama adalah Adam a.s. Allah
menciptakan Adam a.s. melalui proses yang unik dan berbeda dengan
manusia-manusia lainnya. Allah dengan sifat Maha Kuasa-Nya menciptakan
Adam dari tanah (turab) dan hanya dengan firman-Nya: “kun fayakun” yang
berarti jadilah, maka jadilah ia. Allah Swt. berfirman:
إِ ن مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ الله كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ ترَُابٍ ثُم قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
.( (آل عمران: ٥٩
Artinya: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
Konsep Manusia dan Agama 17
berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia.” (QS.
Ali ‘Imran [3]: 59).
2) Manusia yang lain (selain Adam atau keturunan Adam) diciptakan oleh Allah
dari saripati tanah, yang berproses menjadi sperma (nuthfah), segumpal darah
(‘alaqah), segumpal daging (mudghah), tulang belulang (‘izham), hingga
menjadi janin (khalqan akhar). Firman Allah Swt. dalam surat al-Mu’minun
(23): 12-14:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ . ثُم جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُم
خَلَقْنَا النطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا
- الْعِظَامَ لحَْمًا ثُم أَنْشَأْ نَاهُ خَ لقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ الله أَحْسَنُ الخَْالِقِينَ (المؤمنون: ١٢
(١٤
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan
dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang
Paling Baik.” (QS. al-Mu’minun [23]: 12-14).
3) Proses manusia selanjutnya dijelaskan, mulai dalam kandungan manusia
dibekali ruh kemudian potensi pendengaran, penglihatan, dan hati. Dalam al-
Quran surat al-Sajdah (32): 9 Allah Swt. berfirman:
ثُم سَواهُ وَنفََخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ ال سمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا
( تَشْكُرُونَ (السجدة: ٩
Artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. al-Sajdah [32]: 9).


Menurut Ilmu Para Ilmuwan
Berkenaan dengan potensi (fitrah) yang dibekalkan Tuhan kepada manusia, para ahli filsafat memberikan berbagai predikat kepada manusia.[1][6] Predikat-predikat ini adalah:
a.       Manusia adalah homo sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi pekerti.
b.      Manusia adalah animale rationale, artinya makhluk yang dapat berfikir.
c.       Manusia adalah homo laquen, artinya makhluk yang panndai menciptakan bahasa.
d.      Manusia adalah homo faber, artinya makhluk yang pandai membuat perkakas.
e.       Manusia adalah zoon politicon, artinya makhluk yang pandai bekerja sama.
f.       Manusia adalah homo economicus, artinya makhluk yang tunduk kepada prinsip-prinsip ekonomi.
g.      Manusia adalah homo religious, artinya makhluk yang beragama.
h.      Manusia adalan homo planemanet, artinya makhluk yang diantaranya terdiri dari unsur ruhaniah-spiritual.
i.        Manusia adalah homo educandum (educable), artinya makhluk yang dapat menerima pendidikan.
j. MANUSIA = MAKHLUK yang BERTANGGUNG JAWAB (Abbas Mahmud El-Aqqa



1.3.  Hakikat Manusia

1.     Pengertian hakikat
Menurut bahasa artinya kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Karena itu dapat dikatakan hakikat syariat adalah inti dan jiwa dari suatu syariat itu sendiri. Dikalangan tasauf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.

2.     Pengertian manusia
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.

a.                   Manusia Sebagai Mahluk Sempurna
       Pada hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai mahluk yang sempurna di antara mahluk-mahluk Allah lainnya. Manusia diberi begitu banyak keistimewaan di antaranya bentuk fisik yang indah, kedudukan yang jauh lebih baik, dan yang paling berbeda yaitu akal pikiran. Akal dapat digunakan untuk berpikir dan membedakan mana yang baik dan yang buruk. Manusia sebagai insan kamil haruslah mempunyai kepribadian dan ahlak yang baik. Pemuliaan Allah SWT kepada manusia berkaitan dengan penciptaannya seperti diterangkan Allah dalam firmanNya:
Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya
Fitrah manusia meliputi: hanif, potensi akal, qaib, nafsu. Fitrah adal
ah kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran. Fitrah tidak hanya diartikan sebagai penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti rihaniah yaitu sifat-sifat dasar manusiayang baik. Hanif (kecenderungan kepada kebaikan) yang terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Manusia memiliki potensi baik sejak kelahirannya. Potensi itu meliputi: potensi jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). Ketiga potensi ini akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menentukan dan memilih jalan hidupnya sendiri. Manusia diberi kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua itu tergantungdari bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat dalam dirinya. Potensi rohaniah berupa akal, qald dan nafsu. Akal adalah pikiran atau rasio dan rasa bias diartikan dengan bijaksana. Qald adalah hakikat manusiayang dapat menangkap segala pengertian berpengetahuan dan arif. Nafsu adalah sesuatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya.

b.      Manusia Sebagai Makhluk Yang Paling Mulia
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang mulia melebihi ciptaan lainnya. Manusia memiliki pikiran dan akal, sehingga mampu berkembang dan berkarya. Kalau kita melihat ciptaan lain, misalnya hewan, mereka hidup hanya memenuhi takdir mereka sebagai makhluk yang hanya makan, berkembang biak dan dipekerjakan. Sedangkan manusia, takdir mereka adalah mereka diberi akal dan pikiran untuk menguasai dunia ini bahkan makhluk-makhluk lainnya ditakdirkan menjadi kekuasaan manusia.
Suratb Al-isra ayat 70

Manusia Sebagai Khalifah
Dalam al-Quran menyebut tentang pemberian khalifah dari Allah s.w.t. kepada orang-orang yang beriman dan beramal soleh seperti yang terkandung dalam ayat berikut: 'Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih, bahawa Ia akan memberikan khalifah(menggantikan penguasa-penguasa yang ada) kepada mereka di muka bumi sebagaimana Ia telah memberikan khalifah itu kepada orang-orang sebelum mereka'(QS 24:55). Di dalam Islam, khalifah digunakan sebagai kata kunci dan bukannya kata kedaulatan atau yang lain kerana kedaulatan sesungguhnya adalah milik Allah s.w.t. Sehubungan dengan itu, sesiapa pun yang memegang kekuasaan dan menggunakan kekuasaan itu sesuai dengan norma-norma dan hukum-hukum Tuhan maka dengan sendirinya ia menjadi khalifah.
Manusia sebagai hamba Allah s.w.t. dilantik menjadi khalifah Allah dan perlantikkan itu adalah kerana kelayakan manusia untuk memegang jawatan tersebut. Antara kelayakan tersebut ialah bahawa diantara hamba-Nya maka manusialah yang lebih hampir dengan Alllah s.w.t. Sebagai hakikatnya, hamba-Nya dan kkhalifah-Nya maka manusia tidak berhak mencipta yang diizinkan. Khalifah adalah satu keistimewaan yang besar dan hanya diberikan kepada manusia dan tidak diberikan kepada malaikat, jauh lagi untuk diberikan kepada jin. Daripada itu diyakini bahawa bukan setiap hamba itu layak dan berhak menjadi khalifahtullah. Seterusnya juga bukan setiap manusia yang pada hakikatnya hamba itu dengan sendirinya adalah khalifah. Walaupun dari segi hakikatnya manusia itu hamba dan khalifah Allah s.w.t. , namun dari segi konsep dan perlaksaan adalah tidak. Oleh kerana itu, maka manusia yang layak dan berhak menjadi khalifah itu ialah manusia yang melaksanakan konsep kehambaan diri kepada Allah s.w.t. dan telah melaksanakan konsep penyerahan diri kepada Allah s.w.t. dalam 4 ciri tersebut. a) Akidah b) Akhlak c) Ibadah d) Syariat.
Surat Al – Baqarah ayat 30


1.3       Pengertian Agama Secara Etimologi dan Terminology
·         Etimologi
Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga menyerahkan diri, tunduk, paruh, dan taat. Sedangkan muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah s.w.t
·         Terminologi
Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Islam merupakan ajaran yang lengkap , menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.

Islam juga merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Isa as. Dan nabi-nabi lainnya.

Dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 132, Allah berfirman :
وَوَصَّىٰ بِہَآ إِبۡرَٲهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعۡقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ  
Ibrahim berkata : Sesungguhnya Allah telah memilih agama Islam sebagai agamamu, sebab itu janganlah kamu meninggal melainkan dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al-Baqarah, 2:132)
Nabi Isa juga membawa agama Islam, seperti dijelaskan dalam ayat yang berbunyi sebagai berikut :
فَلَمَّآ أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنۡہُمُ ٱلۡكُفۡرَ قَالَ مَنۡ أَنصَارِىٓ إِلَى ٱللَّهِ‌ۖ قَالَ ٱلۡحَوَارِيُّونَ نَحۡنُ أَنصَارُ ٱللَّهِ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَٱشۡهَدۡ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ

Artinya :
”Maka ketika Nabi Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkata dia : Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah (Islam)? Para Hawariyin (sahabat beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim” (QS. Ali Imran, 3:52).

            Dengan demikian Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk diajarkankan kepada manusia. Dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah swt.

            Memahami ajaran Islam dengan sebaik-baiknya, merupakan komitmen umat Islam terhadap Islam. Komitmen tersebut intinya terdapat dalam QS. Al-Asr(103) yang berbunyi :
وَٱلۡعَصۡرِ (١
إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِى خُسۡرٍ (٢
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ (٣
Artinya :
Demi masa. (1)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (2)
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta’ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (3)

Berdasarkan dari surat Al-Asr di atas ada 5 (lima) komitmen atau kerikatan seorang muslim dan muslimat terhadap Islam. Komitmen tersebut adalah :
1.             Meyakini, mengimani kebebaran agama Islam seyakin-yakinnya.
2.             Mempelajari, mengilmui ajaran Islam secara baik dan benar.
3.             Mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
4.             Mendakwahkan, menyebarkan ajaran Islam secara bijaksana disertai argumentasi      yang meyakinkan dengan bahasa yang baik dan,
5.             Sabar dalam berIslam, dalam meyakini mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan agama Islam.


1.4       Unsur-unsur Pokok Agama
Setiap agama pada dasarnya terdiri dari empat unsur, yaitu:
  1. Ajaran (= teori; konsep) sebagai sisi gaib
  2. Iman sebagai interaksi antara pelaku dan konsep,
  3. Ritus (= upacara) sebagai sistem lambang, dan
  4. Praktik ( = amal) sebagai perwujudan konsep dalam segala segi kehidupan individu dan masyarakat.
Dalam dïnul-islãm (‘agama Islam’) keempat unsur itu terungkap melalui Hadis Jibril, yang mencakup butir-butir di bawah ini.
1.  Ajaran Allah sebagai konsep hidup
Dalam dialog tentang iman, Rasulullah menegaskan tentang masalah terpenting dari dïnul-islãm, yaitu adanya interaksi antara seorang mu’min dengan ajaran Allah, yang disampaikan (diajarkan) melalui malaikat-malaikatNya, dalam bentuk kitab-kitab, yang diterima rasul-rasulNya, untuk mencapai tujuan akhir (kehidupan yang baik di dunia dan akhirat), dengan menjadikan ajaran Allah sebagai qadar (ukuran; standard; teori nilai) baik-buruk menurutNya.
Ajaran Allah yang dimaksud adalah Al-Qurãn.
Al-Qurãn sebagai qadr atau taqdïr adalah sisi gaib (abstract level) dari dïnul-islãm, yang merupakan “teori nilai” untuk menentukan baik buruknya segala sesuatu menurut pandangan Allah.
2. Îmãn sebagai interaksi
Iman pada hakikatnya adalah interaksi (aksi timbal balik) antara Allah sebagai pemberi konsep hidup dengan si mu’min yang menyambut da’wah (ajakan; tawaran) Allah melalui rasulNya. Selanjutnya, interaksi itu berlangsung intensif  melalui penghayatan si mu’min terhadap Al-Qurãn, sehingga Al-Qurãn menjadi satu-satunya konsep hidup yang tumbuh subur dalam ‘organ kesadaran’ (al-qalbu) si mu’min, yang selanjut meledak dan membanjir keluar melalui indra pengucapan (al-lisãnu), dan akhirnya menjelma menjadi berbagai bentuk tindakan dan kretifitas (al-‘amalu). Tepat seperti dinyatakan Rasulullah, misalnya dalam hadis riwayat Ibnu Majah:  الإيمان عقد بالفلب و إقرار باللسان و عمل بالأركان .
3. Ritus sebagai sistem lambang
Dalam dïnul-islãm ada sejumlah ritus yang dalam Hadis Jibril disebut dengan nama Al-Islãm pula, yaitu:
  1. a. Syahãdah sebagai sumpah setia (bay’ah). Pada masa Rasulullah jelas bahwa syahadat (syahãdah) adalah sebuah ‘upacara’ (ritus) untuk menyatakan sumpah setia seseorang terhadap dïnul-islãm, alias untuk meresmikan rekrutmen seseorang atau sejumlah orang sebagai anggota bun-yãnul-islãm (organisasi Islam).
  2. b. Shalat sebaga sarana pembatinan nilai-nilai Al-Qurãn, sekaligus pembinaan jama’ah/korp Islam. Orang-orang yang menyatakan diri (bersyahadat) sebagai anggota organisasi Islam tentu harus memahami dan menghayati konsep organisasinya, yakni Al-Qurãn. Hal itu dilakukan melalui shalat, yang bacaan pokoknya adalah surat Al-Fãtihan (ummul-qurãn) ditambah dengan surat-surat lain yang terus dipelajarinya. Selain itu, melalui shalat jama’ah, mereka juga belajar untuk membangun sebuah jama’ah atau korp yang rapi dan kompak.
  3. c. Zakat sebagai sistem ekonomi. Zakat, mulai dari zakat harta sampai zakat fitrah, pada hakikatnya melambangkan kesediaan setiap mu’min yang mampu untuk mendanai organisasi dan memperkuat jama’ah. Lebih lanjut, setelah organisasi menjelma menjadi sebuah sistem yang dipercaya untuk menata kehidupan umat (jama’ah mu’min plus komunitas-komunitas lain, seperti terlihat pada Piagam Madinah), maka zakat itu pun dikembangkan menjadi sistem ekonomi masyarakat secara umum.
  4. d. Shaum Ramadhan sebagai pembina ketahanan mental dan fisik dalam menerapkan nilai-nilai Al-Qurãn. Seluruh anggota organisasi jelas membutuhkan pembinaan mental dan fisik, supaya menjadi anggota-anggota yang militan dan tangguh. Shaum Ramadhan adalah sarana yang tepat untuk itu.
  5. e. Haji sebagai sarana pemersatu umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan ritus yang paling istimewa di antara kelima ritus dalam dïnul-islãm. Melalui hajilah umat Islam sedunia berkumpul, menjalin persahabatan, persaudaraan, dan persatuan berdasar kesamaan iman.
4. Praktik sebagai perwujudan konsep
Dïnul-islãm pada dasarnya adalah agama yang berorientasi pada praktik (amal). Tapi supaya praktinya tidak dilakukan sembarangan, Allah menempatkan rasulNya sebagai tokoh sentral untuk memimpin dan memberikan contoh penerapan setiap aspek ajaran Islam, mulai dari yang bersifat individu sampai pada yang bersifat kemasyarakatan. Tegasnya, pribadi Rasulullah adalah contoh sempurna dari individu mu’min, dan masyarakat yang dibangun beliau bersama jama’ahnya juga, otomatis, merupakan bentuk masyarakat yang ideal. Sebuah masyarakat yang mewakili Al-Qurãn sebagai konsepnya.








1.5       Pembagian Agama
1.     Agama wahyu(samawi)
“Agama yang ALLAH ta’ala turunkan lewat malaikat jibril kepada para rasul-rasulnya dibumi dari kalangan manusia yang disebut wahyu untuk kesejahteraan manusia didunia dan akhirat” Ajaran yang dibawa para rasul sebelum Muhammad shallahu a’laihi wassalam hanya berlaku pada masa dan kaum tertentu saja yang bersifat local seperti agama yang diturunkan untuk bani israil,diantara nabi mereka yaitu musa dengan kitabnya taurat dan isa dengan kitabnya injil,pada umumnya agama wahyu ini sudah rusak karena ditumbuhhi benalu,sehingga hilanglah pokok ajaran agama tersebut dan sebagian besar yang tertinggal hanyalah benalunya saja Adapun islam yang dibawa nabi Muhammad shallahu alaihi wassalam adalah agama untuk sepanjang  zaman dan berlaku untuk semua bangsa yang berlandaskan al-qur’an dan sunnah rasulNYA sesuai dengan pemahaman salaful ummah(sahabat-sahabat rasullullah shallahu alaihi wassalam) Muhammad shallahu alaihi wassalam adalah rasul terakhir dan tidak ada nabi-rasul sesudahnya itu.
Firman ALLAH:
“sesungguhnya agama yang diakui ALLAH disisiNYA hanyalah islam.” (Q.S.ALI-Imran: 19) “hai orang-orang yang beriman,masuklah kedalam islam dengan menyeluruh dan janganlah engkau menuruti langkah-langkah syeitann,sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al baqoroh: 208)
Sabda nabi shallallahu a’laihi wassalam
“setiap nabi diutus khusus untuk bangsanya,tetapi aku diutus untuk seluruh manusia” (H.R.bukhari-muslim,taysirul a’lam)
 “tiap-tiap orang yang telah meendengar kenabiaanku baik nasrani atau yahudi kemudian ia mati tidak masuk kedalam islam,niscaya menjadi ahli neraka” (H.R. Muslim)

2.     Agama thabi’I (kultur,budaya)
Agama ini hasil budaya manusia,sesungguhnya manusia itu lahir dengan fitrah beragama,ia ingin beribadah,tetapi karena berbagai jalan penyimpangan tumbuhlah suatu kepercayaan yang  melahirkan suatu peribadahan tersendiri.adakalanya karena dilahirkan oleh seorang yng berpengaruh,ajarannya berkembang lalu dibukukan menjadi sebuah kitab pegangan,biasanya kitab itu berupa kumpulan mitos,nasihat,sifat-sifat ketuhanan dan sebagainya.
Kitab itu biasanya ditulis guru setelah sang guru meninggal dan si penulis tidak mencantumkan namanya,seperti kitab weda,tripitaka,zenda-awesta dan sebagainya.
Ada kemungkinan agama kultur berkitab itu semula tumbuh dari agama wahyu,akibat terpengaruh bid’ah-bid’ah yang kian banyak atau taqlib buta dengan seseorang,bangsa,suku dan sebagainya yang kian lama jauh dari pangkalnya seperti syiah yang menurut jumhur ulama bukan bagian dari islam.

3.      Agama primitive
Agama pimitif lahir karena dorongan fitrah manusia sendiri,akan tetapi karena otaknya belum mampu untuk memecahkan persoalan aneh yang merangsang alam pikirannya,timbulnya perwujudan angan-angan,berupa mitos yang melahirkan ritual-ritual tertentu
•         Animisme
Kepercayaan pada roh dan hantu-hantu,timbullah pemujaan pada tempat dan benda yang dianggap dihuni roh atau hantu itu,ada yang dipuja agar membalas kebaikan dan ada pula yang dipuja agar ruh atau hantu itu tidak mengganggu. Atas keyakinan ini timbul berbagai pantang tabu,pemberian sesajian,penguburan hewan atau manusia hidup-hidup ketika ada bencana alam yang berarti roh-roh alam sedang marah atau sebab yang lain

•         Dinamisme
Hampir sama dengan animism hanya saja mereka beranggapan suatu benda tertentu memiliki kekuatan gaib yang dijadikan penangkal,jimat dan benda sihir. Konon orang-orang  portugis dan spanyol biasa menggambari layar kapalnya dengan salib besar agar selamat dari gangguan hantu laut dan sebagainya,kini sebagian orang nasrani(Kristen) masih percaya kekuatan gaib pada salib,sebagian kaum sufi masih percaya kekuatan gaib tulisan arab pada kulit dan sebagainya

•         Toteisme
Toteisme masih bagian darri animism dan dinamisme,sebagian penganut animism atau dinamisme percaya akan benda atau hewan yang melahirkan nenek moyang mereka,seperti: Orang Eskimo biasa makan daging beruang.akan tetapi,mereka beranggapan nenek moyang mereka berasal dari seekor beruang.jika seorang sudah tua renta maka ia harus merelakan dirinya untuk dimangsa beruang,ia diantar sanak keluarganya ke padang salju untuk menanti beruang datang memangsanya,sebagian suku Indian beranggapan manusia berasal dari bulu burung elang,ada juga yang beranggapan manusia dari kera seperti teori Darwin dan sebagainya

4.      Agama madya-pertengahan
Agama ini kebanyakan bersifat panteisme,politeisme ataupun monoteisme yang tidak murni,agama madya kemungkinan berasal dari perkembangan agama primitive atau kemungkinan sebagian besar dari agama wahy yang jauh menyimpang,pada umumnya,agama madya sudah punya pegangan dan ritual-ritual tertentu
5.      Agama filsafat
Agama ini lahir dari filsafat seseorang yang diagamakan seperti ajaran fitagoras yang akhirnya menjelma menjadi semacam agama yang memegang teguh theosofi,seorang filosof melukiskan tentang kekuasaan Tuhan Maha Pengatur. seorang murid filosof itu mencoba untuk beribadah kepada Tuhan Maha Pengatur dengan kebijakan sendiri.
Sebagian ajaran agama filsafat itu menjurus pada mistik tetapi dengan membawakan dalil-dalil yang menyerupai ilmiah.
Ada agama atau kepercayaan yang menamakan diri “penganut agama damai” yang mengambil sari pati setiap agama,ada pula agama buatan yang sengaja dibentuk untuk kepentingan suatu golongan.



1.6       Ciri-ciri Agama Wahyu dan Non Wahyu

·                     Ciri-ciri Agama  Wahyu
  1. Berasal dari wahyu allah swt bukan ciptaan manusia atau siapapun selain allah
  2. Ajaran ketuhannya monotheisme (tauhid) mutlak
  3. Disampaikan oleh nabi atau rasulnya
  4. Mempunyai kitab suci yang oteintik (asli), bersih dari campur tangan manusia
  5. Ajaran-ajarannya bersifat tetap, tidak berubah-ubah, meskipun tafsirannya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan atau kepekaan pengikut-pengikutnya 


·                        Ciri-ciri Agama Non Wahyu
  1. Hasil pemikiran atau perasaan manusia  
  2. Ajaran ketuhanannya paling tinggi monotheisme nisbi, bahkan kadang kadang dinamisme, animism atau politisme 
  3. Tidak disampaikan oleh nabi atau rasul allah
  4. Umumnya tidak mempunyai kitab suci, kalaupun ada sudah mengalami perubahan perubahan ( bertambah atau berkurang) dalam perjalanan sejarahnya
  5. Ajarannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran pengikutnya



BAB II
PENUTUP

2.1.      Kesimpulan

Itulah gambaran singkat mengenai pandangan Islam tentang manusia dan bagaimana keterikatan manusia dengan agama. Tentu saja masih banyak hal yang bisa diungkap tentang keunikan manusia sebagai makhluk yang paling mulia di muka bumi ini. Kemuliaan manusia terutama terletak pada kelengkapan fitrahnya dibandingkan makhluk yang lain. Dengan akalnya manusia dapat menaklukkan dunia ini. Namun, kelebihan manusia ini tidak akan terus bertahan hingga dibawa menghadap ke hadiran Allah Swt. Ketika manusia tidak mampu menggunakan akalnya dengan baik dan semua perilakunya dikendalikan oleh nafsunya, maka manusia tidak lagi menjadi makhluk yang terbaik, akan tetapi justeru sebaliknya manusia akan menjadi makhluk yang paling hina. Di sinilah manusia sangat membutuhkan agama yang dapat dijadikan sebagai kendali di dalam memanfaatkan bekal-bekal fitrahnya.
Agama bisa mengarahkan manusia bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku sehingga manusia akan tetap menjadi makhluk yang terbaik dan
kembali kepada Allah dalam keadaan Muslim (berserah diri kepada-Nya). Agamalah yang dapat menjamin manusia memiliki moral atau karakter mulia sehingga manusia menjadi mulia di hadapan Allah dan di hadapan manusia serta makhluk lainnya.


2.2       Daftara Pustaka

Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2006. hlm. 91.

            Suhartono Suparlan. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2007. Hlm. 56.

Kasmiran Wurya dan Ali Syaifullah. Pengantar Ilmu Jiwa Sosial. Jakarta: Erlangga. 1982. Hlm. 53.

Hasan Langgulung. Pendidikan dan Peradaban Islam, cet. III. Jakarta: Pustaka al Husna. 1985. Hlm. 215.

[2][5] Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2006. Hlm. 92.
Zuhairini dkk. Filssafat Pendidikan Islam, cet. III. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2004. Hlm. 82.



           











No comments:

Post a Comment

kertas kosong tertulis ....

  Hey... aku sengaja tidak menulis apapun Pada saat ulang tahunku di tahun 2023   Aku sengaja mengibaratkan kertas kosong tidak tertul...