Kutulis dalam menangis, semoga menjadi pengingat yang terwaris
Doakan saudara kita yg hari ini berjuang menutup Dolly. -salim a. fillah-
Doakan saudara kita yg hari ini berjuang menutup Dolly. -salim a. fillah-
JIKA
tidak ada aral melintang, dalam hitungan jam ke depan, Gang Dolly—tempat
pelacuran yang konon terbesar di Asia Tenggara—akan segera ditutup. Bagaimana
sebenarnya wilayah ini didirikan dan ujung-ujungnya menjadi tempat bisnis
birahi?
Kawasan
Dolly Surabaya sendiri berada di sebuah daerah yang masuk dalam wilayah jarak,
Pasar Kembang, Surabaya Jawa Timur. Di tempat tersebut, banyak dijumpai rumah
prostitusi yang menawarkan pekerja seks komersial (PSK) atau pelacur. Para
penjaja cinta tersebut biasanya akan dikumpulkan dalam sebuah tempat khusus
menyerupai etalase. Sehingga siapapun yang melintasi kawasan tersebut akan
dengan mudah melihat para wanita penghibur itu.
Dalam
sejarahnya, nama Dolly ini dikenal sejak masa penjajahan Belanda. Dimana pada
saat itu, kawasan tersebut dikenal sebagai pusat prostitusi yang menjadi tujuan
para tentara Belanda. Pengelola lokalilasi itu adalah seorang perempuan
keturunan Belanda yang bernama Tante Dolly Van Der Mart. Itulah mengapa,
kawasan ini kemudian dikenal sebagai gang Dolly.
Belum
diketahui pasti kapan berdirinya, namun setidaknya keberadaan gang Dolly sudah
ratusan tahun. Awal pendiriannya, tante Dolly, sapaan akrab Dolly waktu itu,
hanya menyediakan beberapa gadis untuk menjadi pekerja seks komersial. Melayani
dan memuaskan syahwat para tentara Belanda.
Seiring
berjalannya waktu, ternyata pelayanan para gadis asuhan tante Dolly tersebut
mampu menarik perhatian para tentara untuk datang kembali. Dalam
perkembangannya, gang Dolly semakin dikenal masyakarat luas.
Tidak
hanya prajurit Belanda saja yang berkunjung, namun warga pribumi dan saudagar
yang berdagang di Surabaya juga ikut menikmati layanan PSK. Sehingga kondisi
tersebut berpengaruh kepada kuantitas pengunjung dan jumlah PSK.
Pada
saat ini, keturunan dari Dolly Van Der mart masih hidup dan berdiam di
Surabaya. Namun begitu, mereka tidak lagi meneruskan usaha yang dirintis oleh
nenek moyangnya tersebut. Di sisi lain, walaupun tidak ada keturunan dari Dolly
Van Der Mart yang melanjutkan usaha ini, namun nama Dolly sudah melekat dan
menjadi sebuah identitas tersendiri bagi kawasan prostitusi ini.
Konon
lokalisasi ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara lebih besar dari Patpong
di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura. Bahkan pernah terjadi kontroversi
untuk memasukkan Gang Dolly sebagai salah satu daerah tujuan wisata Surabaya
bagi wisatawan mancanegara.
[berbagai sumber]
No comments:
Post a Comment