Ilustrasi - Tidak ada Khalifah dari Ahlul
Bait sampai hari kiamat kecuali Imam Mahdi
(Arrahmah.com) – Ibnu
Katsir rahimahullah
dalam Al Bidayah Wan Nihayah juz 11/398 menyebutkan :“Dan di antara yang menjadi dalil bahwa mereka (Khilafah Daulah Fathimiyyah) adalah orang-orang yang memberikan pengakuan dusta (bahwa mereka adalah Ahlul Bait), sebagaimana disebutkan oleh para ulama yang terhormat itu dan para imam yang utama, dan bahwasanya mereka (Daulah Fathimiyyah) tidak memiliki hubungan nasab sama sekali dengan Ali bin Abi Thalib juga kepada Fathimah binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana pengakuan mereka. Adalah ucapan sahabat Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma kepada Al Husain bin Ali bin Abi Thalib ketika akan berangkat ke Iraq, yaitu saat para penduduk kota Kuffah mengirimkan utusan kepada beliau dan berjanji akan memberikan bai’at kepadanya.
Ibnu Umar berkata : “Janganlah engkau pergi ke sana karena sesungguhnya aku takut engkau akan terbunuh, dan sesungguhnya kakekmu (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam) telah diminta oleh Allah untuk memilih dunia atau akhirat, dan beliau memilih akhirat dibandingkan dunia. Sedangkan engkau adalah bagian dari beliau dan sesungguhnya demi Allah, engkau tidak akan mendapatkannya (kekhalifahan), engkau maupun salah satu di antara orang setelahmu, juga Ahlul Bait mu”.
Ibnu Katsir kemudian menjelaskan : “Kalimat yang berkedudukan Hasan Shahih, yang tertuju pada kepada masalah ini dan sangat masuk akal, yang disampaikan oleh sahabat yang mulia ini menunjukkan bahwa : TIDAK AKAN ADA KHALIFAH DARI AHLUL BAIT KECUALI MUHAMMAD BIN ABDULLAH AL MAHDI (IMAM MAHDI) YANG AKAN DIANGKAT DI AKHIR ZAMAN BERSAMA DENGAN TURUNNYA NABI ISA IBNU MARYAM. HAL INI KARENA DEMI MENJAGA AGAR AHLUL BAIT TIDAK TERPEDAYA DENGAN DUNIA DAN AGAR TIDAK MENGOTORI KEMULIAAN MEREKA”.(Al Bidayah Wan Nihayah Juz 11/398)
Berdasarkan atsar hasan shahih ini dan berbagai komentar ahli nasab terhadap keluarga Al Badry, tidak sedikit yang mengatakan bahwa nasab Al Badry bukanlah Ahlul Bait. Namun demikian jika memang benar bahwa nasab Al Badry di mana Syaikh Abu Bakar Al Baghdady dilahirkan merupakan Ahlul Bait maka kemungkinannya adalah :
Pertama : Syaikh Abu Bakar Al Baghdady menjadi Khilafah bukan di atas Manhaj Nubuwwah karena masih belum memenuhi syarat-syarat wilayah, tamkin, ahlul halli wal aqdy dan sebagainya menurut jumhur ulama mutaqaddimin dan muta’akhkhir.
Dan juga karena khilafahnya didirikan dengan dasar ghalabah sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Malik bin Marwan (pendiri Daulah Umayyah) atau Abul Abbas Ash Shaffah (pendiri Daulah Abbasiyyah). Atsar Ibnu Umar di atas sangat jelas menyebutkan bahwa Khalifah dari Ahlul Bait setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Al Hasan bin Abi Thalib adalah Muhammad bin Abdullah Al Mahdi.SEBELUM AL MAHDI, MEMANG AKAN MUNCUL KHILAFAH TAPI KHALIFAHNYA BUKAN DARI AHLUL BAIT.
Adapun mengenai pentingnya syura yang melibatkan jumhur ulama’ berikut penjelasan Asy Syahid –kamaa nahsabuh- Sayyid Quthb tentang pentingnya Syura :
“Di sini, di ayat-ayat ini menggambarkan kekhasan jama’ah ini (jama’atul muslimin) yang mana sifat ini telah dilekatkan secara kuat dan menjadi sifat utamanya, padahal ayat-ayat ini sifatnya Makkiyah yang diturunkan sebelum berdirinya Daulah (Khilafah) Islam di Madinah. Sesungguhnya kami menemukan bahwa di antara sifat jama’ah ini adalah : “…dan urusan-urusan mereka itu diputuskan dengan syuro di antara mereka”. Dari ayat yang diwahyukan Allah di atas, maka sesungguhnya penempatan kedudukan syura pada kehidupan kaum muslimin lebih dalam dari sekedar sebagai aturan politik kenegaraan. Syura adalah tabi’at yang sangat mendasar bagi jama’atul muslimin secara keseluruhan di mana semua urusan mereka didasarkan atas syura tersebut, kemudian dari jama’atul muslimin itulah syura diaplikasikan pada Daulah (khilafah) dengan sifat asasnya sebagai sebuah proses alami pada Daulah Islamiyyah”. (Fie Zhilalil Qur’an 6/327)
Dari penjelasan Sayyid Quthb di atas bisa kita pahami bahwa Syura adalah asas utama umat ini dan dengan syura pula Khilafah Islamiyyah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah akan ditegakkan. Lalu bagaimana jika proses syura ini yang justru disepelekan oleh ISIS??
Dengan syura, semua pihak bisa saling memberi nasehat, saling menghargai perbedaan dan saling memberikan masukan. Semestinya ISIS memberikan penghargaan dan keutamaan kepada para masyayikh jihad untuk dilibatkan dalam syura Ahlul Halli Wal Aqdy, karena buah jihad ini adalah berasal dari benih yang ditanam, dirawat dan dijaga oleh para masyayikh pendahulu mereka itu.
Allah Azza Wa Jalla berfirman : “Dan Allah memberikan setiap mereka yang memiliki keutamaan (balasan) keutamaannya”. (Qs. Huud : 3)
AL QUR’AN MENGAJARKAN KEPADA KITA AGAR KITA MENGHARGAI KEUTAMAAN PARA PENDAHULU KITA DALAM ILMU DAN AMAL.
Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda :“Bukan dari kalangan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda di antara kami. Dan menghargai hak orang yang alim di antara kami.” (HR. Imam Ahmad dan Hakim)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bukan dari kalangan kami orang yang tidak mengasihi yang lebih muda di antara kami dan menghargai kemuliaan orang tua di antara kami”. (HR. Ahmad)
Sabda Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, “bukan dari kalangan kami” adalah pelepasan diri yang berkonsekuensi bahwa pelakunya berhadapan dengan ancaman tersebut dan ia menyimpang dari manhaj yang benar, sesat dari jalan yang lurus, Minhaajun Nubuwwah.
Wallahu a’lam…
sumber:
http://www.arrahmah.com/kajian-islam/tidak-ada-khalifah-dari-ahlul-bait-sampai-hari-kiamat-kecuali-imam-mahdi.html#sthash.0JGbPwff.dpufhttp://www.arrahmah.com/kajian-islam/tidak-ada-khalifah-dari-ahlul-bait-sampai-hari-kiamat-kecuali-imam-mahdi.html
No comments:
Post a Comment